Bismillahirrahmanirrahim...
Cerpen ini saya persembahkan untuk dua sahabat saya, Siti Aminah dan Yuliansyah Dwi Antoni yang telah menginspirasi saya untuk membuat tulisan ini. Mohon maaf bila masih terdapat banyak kekurangan dalam cerpen ini. Saya akan terus mengevaluasi diri untuk bisa menghasilkan karya tulis yang lebih berkualitas. Maka dari itu, kritik dan saran dari teman-teman sekalian sangat saya hargai. Apabila teman-teman berkenan untuk memberikan kritik dan saran, silahkan meninggalkan komentar pada blog ini, atau dapat langsung mengirimkan email ke alamat septiandwicahyo1994@yahoo.com.
Selamat membaca... :)
***
PENUMPANG
Oleh: Septian Dwi Cahyo
Di persimpangan
jalan, terlihat tiga orang berseragam putih abu-abu sedang berteduh di bawah
pohon besar. Waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Jalanan terlihat begitu
sepi. Sudah setengah jam mereka berteduh di sana tetapi hujan masih tak mau mengalah
juga. Memang hanya hujan ringan namun angin berhembus cukup kencang sehingga
meniup air hujan ke arah pohon tersebut. Alhasil, meskipun berteduh mereka
tetap kebasahan.
"Kok sepi banget sih?" tanya Karina.
"Ya iya lah. Jam sebelas, hujan pula..." sahut Adam.
"Jalan kaki aja yuk. Percuma ojek juga gak bakalan lewat. Abangnya lagi asik bobo sama istrinya. Dingin begini ya kan..." kata Junior.
"Tapi masih ujan nih."
"Ujan-ujanan aja deh. Percuma kita di sini juga tetep kebasahan."
"Iya. Lagian hujannya awet banget. Kayaknya sampe besok nggak berhenti deh."
"Ya udah deh kita jalan kaki."
Mereka pun memutuskan untuk berjalan kaki. Adam mengeluarkan spanduk kecil dari dalam tasnya untuk melindungi kepalanya dari air hujan. "Ini cukup buat kita bertiga. Biar nggak masuk angin."
Karina dan Junior mendekat ke arah Adam. Karina mengambil posisi tengah karena sebagai wanita ia merasa membutuhkan perlindungan khusus dari kedua temannya.
Mereka mulai melangkah meninggalkan pohon besar tersebut. Setelah beberapa langkah mereka berjalan tiba-tiba terdengar suara klakson mobil. Mereka menoleh ke arah suara tersebut. Dari kejauhan terlihat sebuah bus melaju ke arah mereka.
"Jam segini masih ada bus?" tanya Karina tak percaya.
"Aneh..." sahut Adam.
"Naik nggak nih?" tanya Junior.
Mereka saling pandang satu sama lain dan akhirnya sepakat untuk menaiki bus tersebut. Setiap hari mereka memang selalu menggunakan bus ketika pulang sekolah. Namun setahu mereka bus terakhir yang beroperasi tidak pernah lewat dari jam sembilan malam. Terkadang mereka harus pulang lewat dari jam sembilan untuk mengerjakan tugas kelompok atau kegiatan lain. Dan ketika pulang malam mereka harus mengeluarkan kocek lebih besar untuk membayar tukang ojek. Sementara jika mereka berjalan kaki membutuhkan waktu sekitar satu jam untuk sampai ke rumah masing-masing.
Bus itu berhenti tepat di depan mereka. Mereka pun segera naik ke bus tersebut untuk menghindari kebasahan yang lebih parah.
Bus tersebut sangat sepi. Saat itu hanya ada satu penumpang selain mereka bertiga. Yaitu seorang kakek tua yang duduk di kursi paling belakang. Adam dan Junior segera mengambil posisi duduk bersebelahan sedangkan Karina duduk pada kursi yang ada di depan mereka. Ia duduk di dekat jendela.
"Hape gue nggak ada sinyalnya nih." kata Adam sambil menggoncang-goncangkan ponselnya berusaha mencari sinyal.
"Gue juga nih. Operatornya mentang-mentang murah kalo ujan langsung maintenance." sahut Junior sambil melihat ponselnya.
"Kok sepi banget sih?" tanya Karina.
"Ya iya lah. Jam sebelas, hujan pula..." sahut Adam.
"Jalan kaki aja yuk. Percuma ojek juga gak bakalan lewat. Abangnya lagi asik bobo sama istrinya. Dingin begini ya kan..." kata Junior.
"Tapi masih ujan nih."
"Ujan-ujanan aja deh. Percuma kita di sini juga tetep kebasahan."
"Iya. Lagian hujannya awet banget. Kayaknya sampe besok nggak berhenti deh."
"Ya udah deh kita jalan kaki."
Mereka pun memutuskan untuk berjalan kaki. Adam mengeluarkan spanduk kecil dari dalam tasnya untuk melindungi kepalanya dari air hujan. "Ini cukup buat kita bertiga. Biar nggak masuk angin."
Karina dan Junior mendekat ke arah Adam. Karina mengambil posisi tengah karena sebagai wanita ia merasa membutuhkan perlindungan khusus dari kedua temannya.
Mereka mulai melangkah meninggalkan pohon besar tersebut. Setelah beberapa langkah mereka berjalan tiba-tiba terdengar suara klakson mobil. Mereka menoleh ke arah suara tersebut. Dari kejauhan terlihat sebuah bus melaju ke arah mereka.
"Jam segini masih ada bus?" tanya Karina tak percaya.
"Aneh..." sahut Adam.
"Naik nggak nih?" tanya Junior.
Mereka saling pandang satu sama lain dan akhirnya sepakat untuk menaiki bus tersebut. Setiap hari mereka memang selalu menggunakan bus ketika pulang sekolah. Namun setahu mereka bus terakhir yang beroperasi tidak pernah lewat dari jam sembilan malam. Terkadang mereka harus pulang lewat dari jam sembilan untuk mengerjakan tugas kelompok atau kegiatan lain. Dan ketika pulang malam mereka harus mengeluarkan kocek lebih besar untuk membayar tukang ojek. Sementara jika mereka berjalan kaki membutuhkan waktu sekitar satu jam untuk sampai ke rumah masing-masing.
Bus itu berhenti tepat di depan mereka. Mereka pun segera naik ke bus tersebut untuk menghindari kebasahan yang lebih parah.
Bus tersebut sangat sepi. Saat itu hanya ada satu penumpang selain mereka bertiga. Yaitu seorang kakek tua yang duduk di kursi paling belakang. Adam dan Junior segera mengambil posisi duduk bersebelahan sedangkan Karina duduk pada kursi yang ada di depan mereka. Ia duduk di dekat jendela.
"Hape gue nggak ada sinyalnya nih." kata Adam sambil menggoncang-goncangkan ponselnya berusaha mencari sinyal.
"Gue juga nih. Operatornya mentang-mentang murah kalo ujan langsung maintenance." sahut Junior sambil melihat ponselnya.
"Gak bisa
online deh." kata Adam sambil memasang muka sedih.
"Online melulu!" ujar Junior.
"Eh kalian ngerasa ada yang aneh nggak sih?" tanya Karina.
"Aneh gimana?" Adam balik bertanya.
"Ya aneh. Masa jam segini masih ada bus. Udah gitu gak ada kernetnya pula." kata Karina.
"Iya juga sih. Lu liat deh kakek yang di belakang sana. Mukanya pucat banget. Kaya mayat. Hii..." kata Junior sambil memasang wajah ngeri yang dibuat-buat supaya Karina takut.
"Gue kasih tau nih..." sambung Adam dengan suara sedikit berbisik. Ia memberi instruksi kepada teman-temannya untuk mendekat ke arahnya. Kemudian melanjutkan ucapannya, "Ini tuh bus setan. Setiap ada yang naik selalu minta tumbal. Dan biasanya yang jadi tumbal itu..."
Suasana menjadi tegang ketika Adam bercerita. Sebenarnya hanya Karina yang sungguhan merasa takut sementara Adam dan Junior hanya berpura-pura untuk mengisengi Karina. Adam pun melanjutkan ceritanya.
"Yang jadi tumbal itu biasanya... Perempuaaaan..." lanjut Adam dengan wajah mengerikan sambil membuka mulutnya dan menunjukkan giginya yang bertaring panjang seperti drakula.
Karina terlihat sangat kaget. Terlihat dari raut wajahnya yang tegang selama beberapa detik. Lalu raut wajahnya segera berubah menjadi kesal. Adam dan Junior tertawa terbahak-bahak.
"HUH KALIAN NYEBELIN!!" seru Karina kesal kemudian duduk membelakangi mereka.
Adam masih tetap tertawa sambil melepaskan gigi taring mainan yang dipasang di mulutnya.
"Mau nyoba?" Adam menawarkan gigi taringnya kepada Junior.
"Nggak. Makasih." jawab Junior jijik.
Bus terus berjalan. Karina duduk memandangi jalanan di balik jendela. Jalanan yang terlihat begitu sepi. Kios-kios kecil di pinggir jalan sudah tutup. Rumah-rumah warga begitu sunyi. Terlihat jelas bahwa penghuninya sudah tidur lelap di dalamnya. Sesekali ia mengusap kaca jendela yang berembun. Hujan turun semakin deras. Karina menyandarkan kepalanya pada dinding bus. Memperhatikan butir-butir air hujan yang turun dari langit. Mengalir lambat di kaca jendela, meneduhkan jiwa. Karina merasa lelah. Perlahan ia memejamkan matanya untuk menghilangkan penat. Samar-samar ia masih bisa mendengar suara Adam dan Junior yang sedang mengobrol di belakangnya. Lambat laun suara kedua temannya itu menghilang. Karina kini sudah berada di alam tidur.
Karina membuka matanya. Ia segera melirik ke arah jam tangannya. Jam tangannya tidak bergerak. Karina menduga baterainya habis karena ia telah menggunakan jam tangan itu kurang lebih selama dua tahun. Ia menengok ke belakang melihat kedua temannya. Adam dan Junior tertidur nyenyak. Sepertinya mereka juga kelelahan. Ia segera kembali ke posisinya semula. Ia sedikit terkerjut ketika mengetahui bahwa kakek tua yang tadi duduk di kursi belakang, sekarang sedang duduk di sebelahnya.
"Online melulu!" ujar Junior.
"Eh kalian ngerasa ada yang aneh nggak sih?" tanya Karina.
"Aneh gimana?" Adam balik bertanya.
"Ya aneh. Masa jam segini masih ada bus. Udah gitu gak ada kernetnya pula." kata Karina.
"Iya juga sih. Lu liat deh kakek yang di belakang sana. Mukanya pucat banget. Kaya mayat. Hii..." kata Junior sambil memasang wajah ngeri yang dibuat-buat supaya Karina takut.
"Gue kasih tau nih..." sambung Adam dengan suara sedikit berbisik. Ia memberi instruksi kepada teman-temannya untuk mendekat ke arahnya. Kemudian melanjutkan ucapannya, "Ini tuh bus setan. Setiap ada yang naik selalu minta tumbal. Dan biasanya yang jadi tumbal itu..."
Suasana menjadi tegang ketika Adam bercerita. Sebenarnya hanya Karina yang sungguhan merasa takut sementara Adam dan Junior hanya berpura-pura untuk mengisengi Karina. Adam pun melanjutkan ceritanya.
"Yang jadi tumbal itu biasanya... Perempuaaaan..." lanjut Adam dengan wajah mengerikan sambil membuka mulutnya dan menunjukkan giginya yang bertaring panjang seperti drakula.
Karina terlihat sangat kaget. Terlihat dari raut wajahnya yang tegang selama beberapa detik. Lalu raut wajahnya segera berubah menjadi kesal. Adam dan Junior tertawa terbahak-bahak.
"HUH KALIAN NYEBELIN!!" seru Karina kesal kemudian duduk membelakangi mereka.
Adam masih tetap tertawa sambil melepaskan gigi taring mainan yang dipasang di mulutnya.
"Mau nyoba?" Adam menawarkan gigi taringnya kepada Junior.
"Nggak. Makasih." jawab Junior jijik.
Bus terus berjalan. Karina duduk memandangi jalanan di balik jendela. Jalanan yang terlihat begitu sepi. Kios-kios kecil di pinggir jalan sudah tutup. Rumah-rumah warga begitu sunyi. Terlihat jelas bahwa penghuninya sudah tidur lelap di dalamnya. Sesekali ia mengusap kaca jendela yang berembun. Hujan turun semakin deras. Karina menyandarkan kepalanya pada dinding bus. Memperhatikan butir-butir air hujan yang turun dari langit. Mengalir lambat di kaca jendela, meneduhkan jiwa. Karina merasa lelah. Perlahan ia memejamkan matanya untuk menghilangkan penat. Samar-samar ia masih bisa mendengar suara Adam dan Junior yang sedang mengobrol di belakangnya. Lambat laun suara kedua temannya itu menghilang. Karina kini sudah berada di alam tidur.
Karina membuka matanya. Ia segera melirik ke arah jam tangannya. Jam tangannya tidak bergerak. Karina menduga baterainya habis karena ia telah menggunakan jam tangan itu kurang lebih selama dua tahun. Ia menengok ke belakang melihat kedua temannya. Adam dan Junior tertidur nyenyak. Sepertinya mereka juga kelelahan. Ia segera kembali ke posisinya semula. Ia sedikit terkerjut ketika mengetahui bahwa kakek tua yang tadi duduk di kursi belakang, sekarang sedang duduk di sebelahnya.
"Ada yang
bisa saya bantu Kek?" tanya Karina sopan.
Kakek tersebut hanya terdiam. Tatapan matanya kosong. Wajahnya terlihat sangat pucat. Sepertinya ia kedinginan.
"Kakek butuh sesuatu?" tanya Karina lagi.
Sama seperti sebelumnya, kakek tersebut tidak berkata apa-apa. Ia hanya menoleh ke arah Karina. Menatapnya dengan tatapan mata kosong. Karina menjadi ngeri melihat tatapan mata kakek tua tersebut. Ia pun segera berbalik arah. Tidak mau menghiraukan kakek tersebut. Ia memilih untuk melihat ke luar jendela menenangkan fikirannya.
Embun di jendela itu sangat tebal. Karina segera mengusapnya dengan telapak tangan agar bisa melihat jalanan. Jalanan di luar terlihat sangat gelap. Mata Karina harus berakomodasi maksimal agar bisa melihat pemandangan dengan jelas. Ia merasa ada yang berbeda dengan jalanan yang dilalui bus saat itu. Ia memperhatikan lebih keras lagi. Samar-samar ia melihat banyak pohon bambu. Ia sadar bahwa jalan yang sedang dilalui bus tersebut bukanlah jalan pulang menuju ke rumahnya. Ia segera berbalik arah hendak bertanya kepada kakek tersebut. Namun ia terkejut, matanya terbelalak. Kakek tua di sebelahnya telah berubah wujud menjadi sesosok pocong yang menyeramkan. Wajahnya penuh belatung. Rongga matanya berlubang. Kain kafannya lusuh dan tercium bau tanah yang sangat menyengat. Kemudian semuanya menjadi gelap.
Karina membuka matanya. Ternyata ia hanya bermimpi. Ia masih bersandar pada dinding bus seperti semula. Tubuhnya berkeringat karena mimpinya barusan. Rasanya begitu nyata. Bahkan ia masih bisa merasakan detak jantungnya berdegup kencang. Ia menarik nafas sejenak kemudian segera melihat ke luar jendela memastikan bahwa mimpinya tidak benar-benar nyata. Seperti di dalam mimpi, ia usap kaca jendela yang penuh dengan embun. Kemudian melihat ke luar dengan seksama, memperhatikan dengan jeli karena saat itu jalanan memang terlihat sangat gelap. Detak jantungnya yang perlahan mulai stabil, kini kembali berdetak lebih kencang. Apa yang ia alami dalam mimpi sebenarnya bukanlah mimpi, tetapi sebuah penglihatan.
Muka Karina berubah menjadi sangat pucat. Ia tidak berani melihat ke kursi penumpang di sebelahnya karena ia takut jika melihat kakek tua di dalam mimpinya berubah menjadi sesosok pocong. Perlahan ia membalikkan tubuhnya ke belakang, berniat membangunkan Adam dan Junior yang sedang tertidur. Namun raut wajahnya berubah menjadi semakin panik ketika mengetahui bahwa kursi yang semula ditempati teman-temannya telah kosong. Di sela-sela rasa takut yang begitu memuncak, ia bingung harus berbuat apa. Rasanya ia ingin pingsan saja kemudian terbangun esok pagi di kamar tidurnya yang nyaman.
Tiba-tiba Karina merasakan seseorang yang duduk di sebelahnya menepuk bahunya. Ia tidak berani menengok karena takut. Orang itu menepuknya lagi, namun Karina masih tidak berani menoleh. Melihat Karina tidak mau menoleh ke arahnya, orang tersebut menggenggam bahu Karina dari belakang dan memaksanya berbalik arah. Karina tidak kuat menahan genggaman orang tersebut. Ia pun berbalik arah dan berteriak histeris ketika melihat seseorang memakai topeng penjahat "scream" duduk di sebelahnya. Tangannya menggenggam sebilah pisau seakan siap untuk menikam tubuh Karina.
Kakek tersebut hanya terdiam. Tatapan matanya kosong. Wajahnya terlihat sangat pucat. Sepertinya ia kedinginan.
"Kakek butuh sesuatu?" tanya Karina lagi.
Sama seperti sebelumnya, kakek tersebut tidak berkata apa-apa. Ia hanya menoleh ke arah Karina. Menatapnya dengan tatapan mata kosong. Karina menjadi ngeri melihat tatapan mata kakek tua tersebut. Ia pun segera berbalik arah. Tidak mau menghiraukan kakek tersebut. Ia memilih untuk melihat ke luar jendela menenangkan fikirannya.
Embun di jendela itu sangat tebal. Karina segera mengusapnya dengan telapak tangan agar bisa melihat jalanan. Jalanan di luar terlihat sangat gelap. Mata Karina harus berakomodasi maksimal agar bisa melihat pemandangan dengan jelas. Ia merasa ada yang berbeda dengan jalanan yang dilalui bus saat itu. Ia memperhatikan lebih keras lagi. Samar-samar ia melihat banyak pohon bambu. Ia sadar bahwa jalan yang sedang dilalui bus tersebut bukanlah jalan pulang menuju ke rumahnya. Ia segera berbalik arah hendak bertanya kepada kakek tersebut. Namun ia terkejut, matanya terbelalak. Kakek tua di sebelahnya telah berubah wujud menjadi sesosok pocong yang menyeramkan. Wajahnya penuh belatung. Rongga matanya berlubang. Kain kafannya lusuh dan tercium bau tanah yang sangat menyengat. Kemudian semuanya menjadi gelap.
Karina membuka matanya. Ternyata ia hanya bermimpi. Ia masih bersandar pada dinding bus seperti semula. Tubuhnya berkeringat karena mimpinya barusan. Rasanya begitu nyata. Bahkan ia masih bisa merasakan detak jantungnya berdegup kencang. Ia menarik nafas sejenak kemudian segera melihat ke luar jendela memastikan bahwa mimpinya tidak benar-benar nyata. Seperti di dalam mimpi, ia usap kaca jendela yang penuh dengan embun. Kemudian melihat ke luar dengan seksama, memperhatikan dengan jeli karena saat itu jalanan memang terlihat sangat gelap. Detak jantungnya yang perlahan mulai stabil, kini kembali berdetak lebih kencang. Apa yang ia alami dalam mimpi sebenarnya bukanlah mimpi, tetapi sebuah penglihatan.
Muka Karina berubah menjadi sangat pucat. Ia tidak berani melihat ke kursi penumpang di sebelahnya karena ia takut jika melihat kakek tua di dalam mimpinya berubah menjadi sesosok pocong. Perlahan ia membalikkan tubuhnya ke belakang, berniat membangunkan Adam dan Junior yang sedang tertidur. Namun raut wajahnya berubah menjadi semakin panik ketika mengetahui bahwa kursi yang semula ditempati teman-temannya telah kosong. Di sela-sela rasa takut yang begitu memuncak, ia bingung harus berbuat apa. Rasanya ia ingin pingsan saja kemudian terbangun esok pagi di kamar tidurnya yang nyaman.
Tiba-tiba Karina merasakan seseorang yang duduk di sebelahnya menepuk bahunya. Ia tidak berani menengok karena takut. Orang itu menepuknya lagi, namun Karina masih tidak berani menoleh. Melihat Karina tidak mau menoleh ke arahnya, orang tersebut menggenggam bahu Karina dari belakang dan memaksanya berbalik arah. Karina tidak kuat menahan genggaman orang tersebut. Ia pun berbalik arah dan berteriak histeris ketika melihat seseorang memakai topeng penjahat "scream" duduk di sebelahnya. Tangannya menggenggam sebilah pisau seakan siap untuk menikam tubuh Karina.
Karina menghela
nafas, mengatur detak jantungnya yang sejak tadi berdegup kencang kemudian
melepaskan topeng "scream" dari tubuh orang yang memakainya.
"Nggak lucu ah!" ucapnya.
"Hehehe. Sorry..." sahut orang tersebut yang ternyata adalah Junior. Kemudian ia memasukkan kembali topeng dan pisau mainan yang ada di tangannya ke dalam ransel Adam.
"Adam mana?" tanya Karina. Ia mulai merasa tenang ketika menyadari bahwa ia masih bersama teman-temannya.
"Tuh lagi nanya sama supirnya kita ada di mana." kata Junior sambil menoleh ke arah Adam yang sedang berjalan ke arah kursi pengemudi.
"Maaf Pak, kita lagi ada di mana ya?" tanya Adam.
Supir tersebut tidak menjawab apa-apa. Ia tetap fokus mengemudi. Tatapan matanya begitu tajam memandang ke arah jalanan di hadapnnya.
"Maaf Pak, saya berbicara sama Bapak." ia berusaha memecah konsentrasi supir tersebut. Namun sama saja, supir tersebut tetap tidak mempedulikannya. Ia tetap saja fokus pada jalanan. Adam melihat ke arah jalanan yang sedang dilalui bus yang ia tumpangi. Sebuah hutan bambu dengan jalan setapak dari tanah. Jalanan tersebut tidak diaspal. Tempat itu benar-benar asing baginya. Tempat yang begitu gelap dan mengerikan. Ia bahkan hanya bisa melihat jalanan dalam radius kurang dari tiga meter. Karena pertanyaannya tidak dijawab oleh supir bus, Adam memutuskan untuk kembali ke kursi penumpang menemui teman-temannya.
"Gimana Dam?" tanya Junior.
"Supirnya diem aja." sahut Adam bingung.
"Coba gue tanya ke kakek yang dibelakang ya." kata Junior sambil bergegas menuju ke arah kakek tua yang muncul dalam mimpi Karina. Kakek tua tersebut masih duduk di kursi belakang sama seperti saat pertama mereka datang.
"Jangan!" ujar Karina pelan sambil menarik tangan Junior. Junior pun terhenti sesaat.
"Kenapa?" tanyanya kepada Karina.
"Dia itu pocong." bisik Karina pelan.
"Karina..." Junior melepaskan tangan Karina yang menahannya. Kemudian berlutut ke arah Karina yang sedang ketakutan. "Yang namanya setan, kuntilanak, pocong atau sebagainya itu nggak ada. Semuanya ada di sini, di fikiran kita. Ketika kita fikirkan mereka itu ada maka mereka akan muncul. Tapi ketika kita bilang mereka nggak ada, maka mereka semua akan hilang. Percaya sama gue, kalau kita akan baik-baik saja."
"Tapi Jun..." Karina masih berusaha menahan Junior. Junior hanya tersenyum tenang sambil melepaskan genggaman tangan Karina. Perlahan ia meninggalkan Karina yang sedang ketakutan. Kemudian Adam segera duduk di samping Karina untuk membuatnya sedikit lebih tenang. Karina dan Adam mengawasi Junior yang akan bertanya pada kakek tersebut.
"Maaf Kek, kami boleh tanya?" tanya Junior dengan sangat hati-hati.
"Apapun yang kalian lihat, kalian dengar, kalian rasakan, jangan pernah keluar dari bus ini..." kata kakek tersebut dengan suara yang sangat lirih. Seperti tidak ada tenaga sama sekali pada kakek tersebut.
"Hehehe. Sorry..." sahut orang tersebut yang ternyata adalah Junior. Kemudian ia memasukkan kembali topeng dan pisau mainan yang ada di tangannya ke dalam ransel Adam.
"Adam mana?" tanya Karina. Ia mulai merasa tenang ketika menyadari bahwa ia masih bersama teman-temannya.
"Tuh lagi nanya sama supirnya kita ada di mana." kata Junior sambil menoleh ke arah Adam yang sedang berjalan ke arah kursi pengemudi.
"Maaf Pak, kita lagi ada di mana ya?" tanya Adam.
Supir tersebut tidak menjawab apa-apa. Ia tetap fokus mengemudi. Tatapan matanya begitu tajam memandang ke arah jalanan di hadapnnya.
"Maaf Pak, saya berbicara sama Bapak." ia berusaha memecah konsentrasi supir tersebut. Namun sama saja, supir tersebut tetap tidak mempedulikannya. Ia tetap saja fokus pada jalanan. Adam melihat ke arah jalanan yang sedang dilalui bus yang ia tumpangi. Sebuah hutan bambu dengan jalan setapak dari tanah. Jalanan tersebut tidak diaspal. Tempat itu benar-benar asing baginya. Tempat yang begitu gelap dan mengerikan. Ia bahkan hanya bisa melihat jalanan dalam radius kurang dari tiga meter. Karena pertanyaannya tidak dijawab oleh supir bus, Adam memutuskan untuk kembali ke kursi penumpang menemui teman-temannya.
"Gimana Dam?" tanya Junior.
"Supirnya diem aja." sahut Adam bingung.
"Coba gue tanya ke kakek yang dibelakang ya." kata Junior sambil bergegas menuju ke arah kakek tua yang muncul dalam mimpi Karina. Kakek tua tersebut masih duduk di kursi belakang sama seperti saat pertama mereka datang.
"Jangan!" ujar Karina pelan sambil menarik tangan Junior. Junior pun terhenti sesaat.
"Kenapa?" tanyanya kepada Karina.
"Dia itu pocong." bisik Karina pelan.
"Karina..." Junior melepaskan tangan Karina yang menahannya. Kemudian berlutut ke arah Karina yang sedang ketakutan. "Yang namanya setan, kuntilanak, pocong atau sebagainya itu nggak ada. Semuanya ada di sini, di fikiran kita. Ketika kita fikirkan mereka itu ada maka mereka akan muncul. Tapi ketika kita bilang mereka nggak ada, maka mereka semua akan hilang. Percaya sama gue, kalau kita akan baik-baik saja."
"Tapi Jun..." Karina masih berusaha menahan Junior. Junior hanya tersenyum tenang sambil melepaskan genggaman tangan Karina. Perlahan ia meninggalkan Karina yang sedang ketakutan. Kemudian Adam segera duduk di samping Karina untuk membuatnya sedikit lebih tenang. Karina dan Adam mengawasi Junior yang akan bertanya pada kakek tersebut.
"Maaf Kek, kami boleh tanya?" tanya Junior dengan sangat hati-hati.
"Apapun yang kalian lihat, kalian dengar, kalian rasakan, jangan pernah keluar dari bus ini..." kata kakek tersebut dengan suara yang sangat lirih. Seperti tidak ada tenaga sama sekali pada kakek tersebut.
"Tapi Kek,
kami cuma mau tanya sekarang kita ada di mana?" Junior memperjelas
pertanyaannya.
"Jangan keluar dari bus. Jangan keluar dari bus..." Kakek tersebut hanya mengulang-ulang perkataan yang sama dengan nada suara yang semakin meninggi. Semakin tinggi suara kakek tersebut, semakin mengerikan terdengar. Rasanya seperti menyayat ulu hati. Ngilu dan menakutkan.
Junior memberanikan diri menyentuh bahu kakek tersebut. Tiba-tiba kakek tersebut menoleh ke arahnya. Ia menatap Junior dengan tatapan yang mengerikan. Semula tatapannya terlihat kosong, namun kini terlihat begitu buas. Ia tersenyum memperlihatkan gigi-giginya. Meskipun ia terlihat tua, giginya masih terlihat utuh. Wajahnya yang pucat berubah menjadi sangat mengerikan. Tatapannya, wajahnya, senyumannya, semuanya menakutkan.
"BELUM JELAS YAA??" tanya kakek tersebut dengan suara serak paling menyeramkan di telinga.
Junior ketakutan. Ia segera meninggalkan kakek tersebut. Ia berjalan dengan tergesa-gesa ke arah teman-temannya.
"Kakek-kakek itu bukan manusia!" kata Junior ketakutan.
"Tadi Lu bilang setan itu nggak ada kecuali kita memikirkannya." Adam berusaha mengutip kembali ucapan Junior.
"Iya. Dan sekarang gue berfikir setan itu ada." sahut Junior.
"Ini bus setan!" ucap Karina. Ia semakin takut.
"Kita terjebak di bus setan!" sahut Junior yang sama takutnya dengan Karina.
"Kita bakalan di sini selamanya!"
"Nggak bisa pulang ke rumah!"
"STOP!!!" Adam berteriak. Kedua teman-temannya berhenti berbicara. Ia segera berdiri. Dari tempat ia berdiri, ia berbicara kepada supir bus.
"HEY!!! BERHENTI!!!" Seru Adam kepada supir tersebut. Namun bus itu masih saja melaju dengan kencang.
"HEY!!! KAMU DENGAR SAYA NGGAK SIH!!!" Adam semakin emosi.
"Percuma Adam dia nggak akan dengerin Elu. Dia nggak akan ngeluarin kita dari sini." ucap Junior.
Karina mulai menangis. Baru kali ini ia merasakan takut yang begitu mengerikan sampai-sampai tak mampu membendung air matanya.
Adam membuka ranselnya kemudian mengambil sebuah botol yang berisi air mineral. Tanpa berfikir panjang ia melemparkan botol tersebut ke arah pengemudi. Botol tersebut tepat mengenai kepala sang pengemudi. Pengemudi itu menoleh. Adam terbelalak ketika melihat wajah pengemudi tersebut. Wajahnya sangat mengerikan, hancur seperti bekas luka bakar. Mata kanannya menojol ke luar, hampir lepas dari kelopak matanya. Gigi-giginya hancur, organ di bagian hidung dan mulutnya pun terlihat sangat mengerikan. Pengemudi tersebut terlihat sangat marah. Ia segera menginjak gas, menambah kecepatan bus tersebut. Saking kencangnya bus itu melaju, sampai menjatuhkan Adam yang berdiri di koridor penumpang.
"Jangan keluar dari bus. Jangan keluar dari bus..." Kakek tersebut hanya mengulang-ulang perkataan yang sama dengan nada suara yang semakin meninggi. Semakin tinggi suara kakek tersebut, semakin mengerikan terdengar. Rasanya seperti menyayat ulu hati. Ngilu dan menakutkan.
Junior memberanikan diri menyentuh bahu kakek tersebut. Tiba-tiba kakek tersebut menoleh ke arahnya. Ia menatap Junior dengan tatapan yang mengerikan. Semula tatapannya terlihat kosong, namun kini terlihat begitu buas. Ia tersenyum memperlihatkan gigi-giginya. Meskipun ia terlihat tua, giginya masih terlihat utuh. Wajahnya yang pucat berubah menjadi sangat mengerikan. Tatapannya, wajahnya, senyumannya, semuanya menakutkan.
"BELUM JELAS YAA??" tanya kakek tersebut dengan suara serak paling menyeramkan di telinga.
Junior ketakutan. Ia segera meninggalkan kakek tersebut. Ia berjalan dengan tergesa-gesa ke arah teman-temannya.
"Kakek-kakek itu bukan manusia!" kata Junior ketakutan.
"Tadi Lu bilang setan itu nggak ada kecuali kita memikirkannya." Adam berusaha mengutip kembali ucapan Junior.
"Iya. Dan sekarang gue berfikir setan itu ada." sahut Junior.
"Ini bus setan!" ucap Karina. Ia semakin takut.
"Kita terjebak di bus setan!" sahut Junior yang sama takutnya dengan Karina.
"Kita bakalan di sini selamanya!"
"Nggak bisa pulang ke rumah!"
"STOP!!!" Adam berteriak. Kedua teman-temannya berhenti berbicara. Ia segera berdiri. Dari tempat ia berdiri, ia berbicara kepada supir bus.
"HEY!!! BERHENTI!!!" Seru Adam kepada supir tersebut. Namun bus itu masih saja melaju dengan kencang.
"HEY!!! KAMU DENGAR SAYA NGGAK SIH!!!" Adam semakin emosi.
"Percuma Adam dia nggak akan dengerin Elu. Dia nggak akan ngeluarin kita dari sini." ucap Junior.
Karina mulai menangis. Baru kali ini ia merasakan takut yang begitu mengerikan sampai-sampai tak mampu membendung air matanya.
Adam membuka ranselnya kemudian mengambil sebuah botol yang berisi air mineral. Tanpa berfikir panjang ia melemparkan botol tersebut ke arah pengemudi. Botol tersebut tepat mengenai kepala sang pengemudi. Pengemudi itu menoleh. Adam terbelalak ketika melihat wajah pengemudi tersebut. Wajahnya sangat mengerikan, hancur seperti bekas luka bakar. Mata kanannya menojol ke luar, hampir lepas dari kelopak matanya. Gigi-giginya hancur, organ di bagian hidung dan mulutnya pun terlihat sangat mengerikan. Pengemudi tersebut terlihat sangat marah. Ia segera menginjak gas, menambah kecepatan bus tersebut. Saking kencangnya bus itu melaju, sampai menjatuhkan Adam yang berdiri di koridor penumpang.
"INI BUS
SETAN!" Teriak Adam kepada kedua temannya.
"Kita harus keluar." kata Junior panik. Karina terus menangis dan tidak mau melihat ke sekeliling.
"Lewat pintu belakang!" seru Adam kemudian berbalik ke arah pintu belakang. Namun sesosok pocong berdiri di koridor penumpang. Menghalangi mereka untuk lewat.
Junior segera mengajak Karina bangkit. Karina berusaha mengontrol rasa takutnya. Kemudian mereka bangkit dan berlari ke arah pintu depan. Namun ketika mereka sampai, pintu bus tersebut tertutup. Mereka berusaha membukanya, namun tetap tidak mau terbuka. Pocong yang berdiri di koridor penumpang perlahan mendekat dengan mereka. Mereka pun menjerit ketakutan. Sementara supir bus tetap mengemudi dengan wajah marahnya yang mengerikan.
Adam berusaha mencari sesuatu di dalam ranselnya. Kemudian ia menemukan sebuah besi tebal berukuran pendek. Ia berusaha mencongkel pintu tersebut dengan besi di tangannya. Junior berada di posisi paling belakang. Jaraknya dengan pocong yang menuju ke arahnya semakin dekat. Sekali lagi ia berteriak histeris.
"Adam cepetan Dam!!" serunya kepada Adam.
Adam masih berusaha mencongkel pintu di hadapannya. Di sela-sela kepanikan ia berusaha untuk bisa berkonsentrasi, dan itu sangat sulit. Tubuh Junior sudah menempel dengan pocong yang mendekatinya. Junior tidak berani melihat ke arah pocong tersebut. Ketika Karina menoleh ke arah Junior, ia semakin histeris melihat pocong tersebut tepat di belakang Junior.
"ADAM!!!" Junior dan Karina menjerit.
Adam akhirnya berhasil membuka pintu bus secara paksa. Namun ketika melihat ke luar, bus tersebut sedang melaju di pinggir jurang. Adam tidak bisa melihat dengan jelas apa yang ada di bawah jurang itu. Namun ia menduga bahwa itu adalah sebuah hutan bambu yang sangat luas. Ia mengurungkan niatnya untuk turun. Ia tidak tahu tempat keberadaannya saat ini. Selain itu bus melaju dengan sangat kencang sehingga akan membahayakan nyawanya apabila ia melompat. Namun teman-temannya terus mendesaknya untuk melompat. Adam berusaha menahan kedua temannya. Namun bobot mereka berdua terlalu berat. Akhirnya ia terjatuh ke jurang tersebut. Tubuhnya menggelinding di atas tanah yang tingkat kemiringannya sekitar lima puluh derajat. Kemudian disusul oleh Karina yang entah mendapat keberanian dari mana, ia segera melompat begitu saja.
Junior masih berada di depan pintu. Ia merasa pocong yang menempel di tubuhnya itu mencegahnya untuk melompat. Ia merasa pocong tersebut mencengkramnya dengan sangat erat. Ia sama sekali tidak memikirkan bagaimana caranya sesosok pocong bisa mencengkram tubuhnya, yang ia fikirkan adalah bagaimana ia bisa melepaskan diri dari cengkraman pocong tersebut dan pergi meninggalkan bus hantu itu. Cengkraman pocong itu semakin erat. Seperti menyerap seluruh energi yang ada pada tubuh Junior. Membuatnya merasa lemas dan tak berdaya. Junior hampir tidak sadarkan diri. Namun ia berusaha dengan sekuat tenaga, mengumpulkan seluruh sisa-sisa kekuatan yang ia miliki untuk bisa melepaskan diri dari cengkraman pocong tersebut. Dan ia berhasil. Berhasil lompat dari bus tersebut. Menggelinding di tanah seperti kedua teman-temannya. Dan bus hantu itu tetap melaju kencang sebagaimana mestinya.
"Kita harus keluar." kata Junior panik. Karina terus menangis dan tidak mau melihat ke sekeliling.
"Lewat pintu belakang!" seru Adam kemudian berbalik ke arah pintu belakang. Namun sesosok pocong berdiri di koridor penumpang. Menghalangi mereka untuk lewat.
Junior segera mengajak Karina bangkit. Karina berusaha mengontrol rasa takutnya. Kemudian mereka bangkit dan berlari ke arah pintu depan. Namun ketika mereka sampai, pintu bus tersebut tertutup. Mereka berusaha membukanya, namun tetap tidak mau terbuka. Pocong yang berdiri di koridor penumpang perlahan mendekat dengan mereka. Mereka pun menjerit ketakutan. Sementara supir bus tetap mengemudi dengan wajah marahnya yang mengerikan.
Adam berusaha mencari sesuatu di dalam ranselnya. Kemudian ia menemukan sebuah besi tebal berukuran pendek. Ia berusaha mencongkel pintu tersebut dengan besi di tangannya. Junior berada di posisi paling belakang. Jaraknya dengan pocong yang menuju ke arahnya semakin dekat. Sekali lagi ia berteriak histeris.
"Adam cepetan Dam!!" serunya kepada Adam.
Adam masih berusaha mencongkel pintu di hadapannya. Di sela-sela kepanikan ia berusaha untuk bisa berkonsentrasi, dan itu sangat sulit. Tubuh Junior sudah menempel dengan pocong yang mendekatinya. Junior tidak berani melihat ke arah pocong tersebut. Ketika Karina menoleh ke arah Junior, ia semakin histeris melihat pocong tersebut tepat di belakang Junior.
"ADAM!!!" Junior dan Karina menjerit.
Adam akhirnya berhasil membuka pintu bus secara paksa. Namun ketika melihat ke luar, bus tersebut sedang melaju di pinggir jurang. Adam tidak bisa melihat dengan jelas apa yang ada di bawah jurang itu. Namun ia menduga bahwa itu adalah sebuah hutan bambu yang sangat luas. Ia mengurungkan niatnya untuk turun. Ia tidak tahu tempat keberadaannya saat ini. Selain itu bus melaju dengan sangat kencang sehingga akan membahayakan nyawanya apabila ia melompat. Namun teman-temannya terus mendesaknya untuk melompat. Adam berusaha menahan kedua temannya. Namun bobot mereka berdua terlalu berat. Akhirnya ia terjatuh ke jurang tersebut. Tubuhnya menggelinding di atas tanah yang tingkat kemiringannya sekitar lima puluh derajat. Kemudian disusul oleh Karina yang entah mendapat keberanian dari mana, ia segera melompat begitu saja.
Junior masih berada di depan pintu. Ia merasa pocong yang menempel di tubuhnya itu mencegahnya untuk melompat. Ia merasa pocong tersebut mencengkramnya dengan sangat erat. Ia sama sekali tidak memikirkan bagaimana caranya sesosok pocong bisa mencengkram tubuhnya, yang ia fikirkan adalah bagaimana ia bisa melepaskan diri dari cengkraman pocong tersebut dan pergi meninggalkan bus hantu itu. Cengkraman pocong itu semakin erat. Seperti menyerap seluruh energi yang ada pada tubuh Junior. Membuatnya merasa lemas dan tak berdaya. Junior hampir tidak sadarkan diri. Namun ia berusaha dengan sekuat tenaga, mengumpulkan seluruh sisa-sisa kekuatan yang ia miliki untuk bisa melepaskan diri dari cengkraman pocong tersebut. Dan ia berhasil. Berhasil lompat dari bus tersebut. Menggelinding di tanah seperti kedua teman-temannya. Dan bus hantu itu tetap melaju kencang sebagaimana mestinya.
***
Di
sebuah hutan bambu yang sangat luas. Terdengar suara Karina merintih kesakitan.
Tangan dan kakinya lecet akibat melompat dari bus. Dahinya berdarah. Mungkin
terbentur batu atau benda tajam lainnya. Ia sendiri tidak menyadari kapan luka
di kepalanya muncul. Ia mencoba untuk berdiri. Ternyata ia masih mampu berdiri.
Meskipun kepalanya terasa pusing. Ia berjalan perlahan berusaha mencari
teman-temannya.
"Adam!! Junior!!" ia berteriak dengan sisa suara yang ia miliki. Tenggorokannya terasa sakit. Namun ia akan tetap berteriak meskipun suaranya habis. Ia akan terus berteriak sampai ia berhasil menemukan teman-temannya.
Karina terus berjalan menyusuri hutan bambu. Hutan itu terlihat sangat lebat. Bambu-bambu tumbuh dengan sangat lebat dan rapi. Tersusun dengan teratur membentuk sebuah pola. Tiba-tiba Karina menyadari sesuatu. Ia tidak sedang berada di dalam hutan bambu melainkan berada di sebuah labirin.
Air mata Karina kembali menetes. Ia takut sekali. Karena kali ini ia benar-benar sendirian. Sendirian di tengah labirin yang ia sendiri tak tahu di mana.
"Adam!! Junior!!" ia terus menyusuri labirin tersebut. Berharap bisa menemukan kedua temannya. Dan harapan itu terasa cerah ketika ia melihat seseorang di ujung jalan. Karina segera mendekat dengan perasaan senang. Saking senangnya ia tidak lagi merasakan sakit di kepala dan seluruh tubuhnya. Ia terus mendekat. Namun harapan di benaknya redup kembali ketika semakin dekat, semakin terlihat jelas bahwa yang dilihatnya bukanlah kedua temannya. Bukan pula seorang manusia. Ia seperti sesosok siluman. Dengan kepala lonjong seperti alien. Matanya besar. Giginya tajam dan panjang. Tubuhnya keriput dan berkulit kasar. Karina tidak tahu makhluk apa itu. Ia tidak tahu apakah makhlut itu berbahaya atau tidak. Namun Karina tidak berani berjalan lebih dekat lagi. Ia memutuskan untuk pergi demi keselamatannya.
Ketika ia berbalik arah, tiba-tiba makhluk yang serupa muncul di hadapannya. Menatap Karina dengan tatapan ganas. Ia berdiri seperti kera, yaitu dengan tangan menempel ke tanah. Karina segera berlari menghindari makhluk tersebut. Berlari tanpa arah menyusuri labirin bambu yang berliku-liku. Beberapa saat kemudian ia menoleh ke belakang. Makhluk aneh itu sudah tidak ada. Karina menghela nafas sejenak. Memejamkan mata, berusaha menenangkan fikiranya yang sangat kacau. Berusaha meredam seluruh rasa takutnya. Berusaha berfikir logis bahwa rasa takut tidak akan menyelesaikan apapun. Setelah merasa cukup tenang, ia membuka matanya kembali.
Karina membuka mata. Melihat ke sekelilingnya dan merasa bahwa situasi sudah aman. Ia beranjak untuk melanjutkan perjalanan. Tiba-tiba sebuah tangan muncul dari balik pepohonan yang rapat. Tangan tersebut mencekik Karina dengan erat. Karina dapat melihat tangan yang mencekiknya keriput, kasar dan penuh bopeng. Ia berusaha meloloskan diri. Tangannya berusaha menggapai apapun yang bisa ia raih. Digenggamnya potongan bambu yang patah kemudian ia tusukkan ke arah tangan yang mencekiknya. Ia pun berhasil melepaskan diri.
"Adam!! Junior!!" ia berteriak dengan sisa suara yang ia miliki. Tenggorokannya terasa sakit. Namun ia akan tetap berteriak meskipun suaranya habis. Ia akan terus berteriak sampai ia berhasil menemukan teman-temannya.
Karina terus berjalan menyusuri hutan bambu. Hutan itu terlihat sangat lebat. Bambu-bambu tumbuh dengan sangat lebat dan rapi. Tersusun dengan teratur membentuk sebuah pola. Tiba-tiba Karina menyadari sesuatu. Ia tidak sedang berada di dalam hutan bambu melainkan berada di sebuah labirin.
Air mata Karina kembali menetes. Ia takut sekali. Karena kali ini ia benar-benar sendirian. Sendirian di tengah labirin yang ia sendiri tak tahu di mana.
"Adam!! Junior!!" ia terus menyusuri labirin tersebut. Berharap bisa menemukan kedua temannya. Dan harapan itu terasa cerah ketika ia melihat seseorang di ujung jalan. Karina segera mendekat dengan perasaan senang. Saking senangnya ia tidak lagi merasakan sakit di kepala dan seluruh tubuhnya. Ia terus mendekat. Namun harapan di benaknya redup kembali ketika semakin dekat, semakin terlihat jelas bahwa yang dilihatnya bukanlah kedua temannya. Bukan pula seorang manusia. Ia seperti sesosok siluman. Dengan kepala lonjong seperti alien. Matanya besar. Giginya tajam dan panjang. Tubuhnya keriput dan berkulit kasar. Karina tidak tahu makhluk apa itu. Ia tidak tahu apakah makhlut itu berbahaya atau tidak. Namun Karina tidak berani berjalan lebih dekat lagi. Ia memutuskan untuk pergi demi keselamatannya.
Ketika ia berbalik arah, tiba-tiba makhluk yang serupa muncul di hadapannya. Menatap Karina dengan tatapan ganas. Ia berdiri seperti kera, yaitu dengan tangan menempel ke tanah. Karina segera berlari menghindari makhluk tersebut. Berlari tanpa arah menyusuri labirin bambu yang berliku-liku. Beberapa saat kemudian ia menoleh ke belakang. Makhluk aneh itu sudah tidak ada. Karina menghela nafas sejenak. Memejamkan mata, berusaha menenangkan fikiranya yang sangat kacau. Berusaha meredam seluruh rasa takutnya. Berusaha berfikir logis bahwa rasa takut tidak akan menyelesaikan apapun. Setelah merasa cukup tenang, ia membuka matanya kembali.
Karina membuka mata. Melihat ke sekelilingnya dan merasa bahwa situasi sudah aman. Ia beranjak untuk melanjutkan perjalanan. Tiba-tiba sebuah tangan muncul dari balik pepohonan yang rapat. Tangan tersebut mencekik Karina dengan erat. Karina dapat melihat tangan yang mencekiknya keriput, kasar dan penuh bopeng. Ia berusaha meloloskan diri. Tangannya berusaha menggapai apapun yang bisa ia raih. Digenggamnya potongan bambu yang patah kemudian ia tusukkan ke arah tangan yang mencekiknya. Ia pun berhasil melepaskan diri.
Melalui lubang
pada deretan pohon bambu bekas tangan yang tadi mencekiknya, Karina dapat
melihat sesosok makhluk yang mengejarnya. Ia berteriak kesakitan. Suara
teriakannya terdengar seperti musang, atau lebih mirip burung gagak yang akan
mati. Ia terus berteriak dengan suara yang mengerikan didengar, suara yang
begitu memekakkan gendang telinga. Tiba-tiba Karina menyadari sesuatu. Makhluk
itu bukan hanya berteriak kesakitan. Makhluk itu berusaha memanggil kawanannya
untuk meminta bantuan. Karina pun segera pergi meninggalkan makhluk tersebut.
Kembali menyusuri labirin untuk mencari kedua temannya.
Hujan masih turun. Intensitasnya tetap sama dengan sebelumnya, deras. Masih di labirin yang sama, beberapa ratus meter jaraknya dari Karina. Junior berteriak memanggil teman-temannya. Terus menyusuri labirin. Berharap bisa menemukan jalan pulang.
"Adam!! Karina!!" ia terus berteriak. Berharap teriakannya didengar. Namun setiap kali ia memanggil teman-temannya, ia tak pernah mendengar jawaban dari mereka. Junior mulai putus asa. Ia ragu apakah kedua temannya berada di tempat yang sama dengannya.
"BRUK!!!" tiba-tiba ia merasakan guncangan dari dalam tanah. Ia pun berhenti melangkah.
"BRUK!!!" tanah di bawahnya berguncang lagi. Penasaran, ia segera merunduk. Menempelkan telinganya ke tanah dengan posisi bersujud. Berusaha mendengarkan apa yang ada di bawah tanah tersebut.
Tiba-tiba sebuah tangan muncul dari dalam tanah tersebut. Tangan dengan kuku yang panjang. Tangan tersebut menggerakkan jemarinya yang keriput dan kasar. Junior segera bangkit dari posisinya. Tiba-tiba tangan yang lain muncul dari dalam tanah dan menggenggam kakinya. Karena kaget, Junior menginjak tangan tersebut. Junior terkejut ketika melihat ke sekelilingnya, banyak sekali tangan yang muncul dari dalam tanah. Ia menduga jumlahnya ratusan. Dan ia memutuskan untuk pergi meninggalkan tangan-tangan tersebut.
Beberapa ratus meter dari Junior, terdapat sebuah lahan yang agak luas. Lahan tersebut masih berada di dalam labirin. Tempat itu bahkan terlihat seperti pusat dari labirin bambu tersebut. Di sana ada Adam. Tergeletak tak sadarkan diri. Kakinya berdarah. Ada bekas cakaran di betisnya. Di sekeliling tempat tersebut ada banyak jalan untuk masuk ke dalam labirin. Dan dari salah satu jalan tersebut, Karina muncul.
Karina segera berlari ke arah Adam. Ia mengguncang-guncangkan tubuh Adam berusaha untuk menyadarkannya. Tak berapa lama, Adam mulai membuka matanya. Tatapan matanya sangat lemah. Karina segera memeluk Adam sambil menangis.
"Karina, Elu harus keluar dari sini." kata Adam lemah.
"Gue akan keluar dari sini. Tapi bareng Elu sama Junior." sahut Karina.
"Nggak Karina. Elu harus keluar duluan. Biar gue di sini yang nunggu Junior." kata Adam.
"Gue nggak akan ninggalin Elu sendirian." kata Karina mantap.
Karina segera mengambil ransel Adam. Ia membuka risletingnya dan mengeluarkan sebuah senter, betadyne, kapas dan perban. Kemudian ia meneteskan betadyne di atas luka Adam. Setelah itu ia membungkus luka tersebut dengan perban dan kapas.
"Thanks..." kata Adam.
"Never mind."
"Adam!! Karina!!" teriak Junior yang tiba-tiba muncul dari dalam labirin. Ia segera berlari dan memeluk kedua temannya. "Ada banyak makhluk aneh menuju ke sini." lanjutnya dengan nafas terengah-engah.
"Kita harus pergi. Gue tau jalan keluar dari sini." kata Adam sambil berusaha berdiri. Namun kakinya terasa sakit. Ia hampir terjatuh tetapi Junior dan Karina menangkapnya. "Lewat situ!"
Ketika mereka mulai bergerak meninggalkan tempat tersebut, puluhan makhluk aneh yang mengejar mereka muncul dari berbagai arah. Mengepung mereka bertiga. Makhluk tersebut terlihat sangat ganas dan siap menerkam mereka.
"Adam kita harus gimana?" tanya Karina panik.
"Gue nggak tau." Sahut Adam yang sama paniknya dengan Karina.
"Adam ambil sesuatu dari ransel Lu!" seru Junior semakin panik.
Makhluk-makhluk tersebut semakin banyak. Mereka benar-benar terkepung dikelilingi ratusan makhluk mengerikan. Tanpa sengaja Karina mengarahkan senter ke salah satu makhluk tersebut. Makhluk tersebut kesakitan. Kulitnya melepuh seperti disiram air keras. Karina tidak tahu makhluk apa yang ada di hadapannya. Yang ia tahu, makhluk tersebut takut terhadap cahaya.
Adam segera mengeluarkan dua buah senter lagi untuk dirinya dan juga Junior. Mereka berdiri saling membelakangi untuk melindungi satu sama lain. Setiap makhluk mengerikan itu mendekat, mereka mengarahkan cahaya senter ke arahnya. Dan makhluk itu akan menggelepar kepanasan. Perlahan mereka mulai bergerak berdasarkan intruksi dari Adam. Makhluk itu terus mengikuti mereka. Mereka tidak boleh lengah karena jika mereka lengah makhluk tersebut akan menerkam mereka. Makhluk-makhluk itu benar-benar seperti monster.
Mereka mulai memasuki labirin. Adam mengatakan bahwa ia tahu jalan keluar dari labirin tersebut. Junior berdiri paling belakang mengawasi monster-monster yang mengikutinya. Adam dan Karina tetap siaga mengawasi ke setiap arah, khawatir jika monster itu muncul dari samping ataupun dari depan. Tiba-tiba senter Junior meredup. Baterainya mulai habis.
"Batere gue mau habis." Junior mulai panik.
"Batere gue juga. Kita harus jalan lebih cepat!" seru Karina.
Mereka pun mempercepat langkahnya. Makhluk-makhluk di belakangnya tetap saja mengikuti mereka. Dari kejauhan Adam mulai melihat jalan keluar.
"Itu jalan keluar kita!!" seru Adam.
"Dipercepat Dam! Senter gue mati!" seru Junior.
"Lu pake senter gue nih!" Karina segera menyerahkan senter di tangannya kepada Junior. Senter tersebut juga sudah redup. Namun setidaknya masih menyala.
Makhluk-makhluk tersebut tidak menyerang mereka begitu saja. Makhluk itu menunggu mereka bertiga lengah barulah mereka akan menerkamnya. Lagi-lagi senter di tangan Junior mulai berkedip.
"Adam!!" seru Junior. Senter di tangannya sudah mati.
"Lu yang mimpin. Jalannya tinggal lurus aja." sahut Adam kepada Junior. Ia berpindah posisi ke belakang. Bersiaga dengan senter satu-satunya yang ia miliki. Berharap masih bisa digunakan sampai nanti mereka bisa keluar dari tempat itu.
Mereka berhasil keluar dari labirin tersebut. Di hadapan mereka terhampar sebuah lapangan yang luas.
"TIN!!! TIN!!!" terdengar suara klakson bus yang tadi mereka tumpangi.
"Junior, tadi kakek tua di bus ngomong apa ke Elu?" tanya Adam.
"Dia bilang, apapun yang kita lihat, kita dengar, kita rasakan, jangan pernah keluar dari bus." jawab Junior.
"Kita harus naik bus itu. Bus itu yang bawa kita ke sini. Dia juga yang bisa bawa kita pulang." kata Karina.
Mereka pun segera berlari ke arah bus tersebut. Jarak mereka dengan bus cukup jauh, sekitar satu kilometer. Mereka terus berlari sekencang-kencangnya. Makhluk-makhluk mengerikan itu terus mengejar mereka. Adam tetap siaga dengan senternya. Namun kakinya tersandung dan ia menjatuhkan senternya. Makhluk di belakangnya segera menangkapnya. Mereka menarik Adam ke dalam kegelapan.
"Adam!!!" Junior dan Karina berbalik. Karina segera mengambil senter Adam yang terjatuh. Mereka melihat ke arah kegelapan di belakang mereka. Berusaha menemukan Adam. Di dalam kegelapan tersebut mereka melihat ransel Adam. Junior segera mengambilnya. Tiba-tiba muncul sosok makhluk mengerikan itu dari balik kegelapan. Ia menenteng kepala Adam yang sudah terpisah dengan tubuhnya. Karina dan Junior menjerit dengan jeritan mereka yang paling memilukan pada malam itu. Air mata mengalir deras di pipi mereka. Di belakang makhluk tersebut, mereka bisa melihat makhluk-makhluk lainnya berebut menyantap tubuh Adam. Mulut mereka dipenuh darah. Sebagian lagi ada yang menggerogoti tulang lengan Adam, seperti menggerogoti tulang ayam.
Di dalam kesedihannya, Junior sadar bahwa mereka harus terus bergerak. Jika mereka mati di tempat itu, tentu kematian Adam akan sia-sia. Ia menarik Karina untuk segera pergi dari tempat itu. Karina tidak bergerak. Ia masih meratapi kematian Adam.
"Karina kita harus pergi dari sini!" seru Junior.
"Adam Jun, Adam..." Karina terus menangis.
"Iya gue tau. Tapi kita udah nggak bisa berbuat apa-apa lagi buat dia." Junior berusaha menyembunyikan kesedihannya di hadapan Karina, kemudian melanjutkan ucapannya, "Kita harus pergi dari sini. Kita harus selamat. Elu nggak mau kan Adam mati sia-sia?"
Karina mengangguk. Ia segera mengusap air mata di pipinya. Senter di tangannya masih menyala. Makhluk mengerikan di belakangnya masih terus mengintai mereka. Mereka berlari sekencang-kencangnya ke arah bus. Mereka berhasil sampai di bus tersebut. Senter di tangan Karina mati, tepat ketika ia berhasil masuk ke dalam bus. Namun mereka tidak perlu khawatir karena di dalam bus tersebut terdapat banyak cahaya.
Bus tersebut sepi. Hanya ada mereka berdua di dalamnya. Kakek tua yang duduk di kursi penumpang sudah tidak ada. Kursi pengemudi pun kosong. Bus tersebut tidak bergerak. Karina dan Junior saling menatap satu sama lain.
Tiba-tiba bus tersebut berguncang hebat. Makhluk-makhluk asing itu masih terus mengejar mereka. Sekarang makhluk itu berusaha menggulingkan bus yang mereka tumpangi. Mereka tidak tahu harus berbuat apa. Salah satu dari makhluk itu memecahkan kaca jendela dan berhasil meraih tubuh Karina. Tangannya melepuh terkena cahaya lampu namun ia tetap berusaha menarik Karina keluar dari bus. Junior berusaha menahan Karina. Namun kakinya ditarik oleh makhluk lainnya dari sisi jendela yang berlawanan. Ia segera mencari sesuatu dari dalam ransel Adam. Kemudian ia mengeluarkan sebuah golok dan memotong tangan monster yang menariknya. Setelah ia berhasil meloloskan diri, ia segera menolong Karina dengan memotong tangan makhluk yang menarik Karina.
"Jangan deket-deket jendela!" seru Junior.
Makhluk-makhluk tersebut semakin brutal. Mereka terus mengguncang-guncangkan bus. Memecahkan semua kaca pada jendela bus. Ada yang berusaha memecahkan kaca belakang bus. Sebagian lagi ada yang memaksa masuk ke dalam bus namun akhirnya terbakar karena kepanasan. Kalau saja bus tersebut tidak disertai lampu yang menyala, pasti mereka sudah mati.
"Junior..."
"Iya Karina?"
"Ini kan bus hantu. Kenapa di sini ada listrik?"
Setelah Karina mengatakan hal tersebut, tiba-tiba lampu di dalam bus menjadi redup. Mereka saling menatap satu sama lain.
"Karina... Inget perkataan gue tadi. Waktu kita berfikir hantu itu ada, maka dia bakalan ada. Tapi kalau kita berfikir mereka nggak ada, maka mereka nggak ada."
"Jadi sekarang kita hanya tinggal berfikir kalau makhluk-makhluk itu nggak ada."
Karina memejamkan matanya. Ia berusaha menghilangkan fikiran tentang makhluk-makhluk mengerikan di sekitarnya. Di dalam fikirannya ia melihat Adam. Ia berfikir bahwa Adam masih hidup, namun Adam tidak mungkin hidup kembali. Ia pun sadar, makhluk-makhluk mengerikan itu tidak akan hilang dari dalam fikirannya, sama seperti kematian Adam, yang tidak bisa ia ulangi hanya dengan berfikir.
Makhluk-makhluk itu semakin ganas. Mereka tidak akan melepaskan Junior dan Karina begitu saja. Mereka akan terus mengejarnya. Mereka akan melakukan apa saja agar bisa mendapatkan mangsanya. Seluruh kaca jendela sudah hancur. Hanya tersisa kaca depan yang sama sekali tidak disentuh dan kaca belakang yang mulai retak, diperkirakan sebentar lagi akan hancur.
"Karina!!!"
"Gue nggak bisa! Makhluk-makhluk itu nggak bisa hilang dari kepala gue!"
"Kalo begitu, fikirin supir bus ini ada di sini. Supaya kita bisa pergi."
Tiba-tiba terdenger suara mesin bus menyala. Junior dan Karina menoleh ke arah kursi pengemudi. Di sana nampak seorang supir sedang menggerakkan transmisi pada bus, kemudian menginjak gas dan akhirnya bus itu bergerak meninggalkan makhluk-makhluk mengerikan itu. Beberapa ada yang masih menyangkut di jendela. Jari-jari mereka mencengkram bus dengan kuat. Junior segera mengayunkan golok di tangannya, menyingkirkan monster-monster yang masih tersisa.
"Udah selesai?" tanya Karina dengan nafas tersengal-sengal.
"Seharusnya udah selesai, kecuali kalo salah satu monster tadi ada yang kebal sama cahaya." sahut Junior.
Tiba-tiba Junior memuntahkan darah dari mulutnya. Sebuah besi menancap di perutnya. Di belakangnya berdiri sesosok makhluk mengerikan. Tubuhnya melepuh. Wajahnya mulai hancur karena terbakar. Di hadapan Karina, makhluk itu mencengkram kepala Junior kemudian menariknya hingga kepalanya terpisah dengan tubuhnya.
Karina menjerit sekuat-kuatnya. Air matanya kembali menetes. Makhluk itu melemparkan kepala Junior. Kemudian ia mendekat ke Karina. Karina benar takut. Makhluk itu mencengkram lehernya dengan kuat. Tangan yang lainnya menjambak rambut Karina. Ia akan memutuskan kepala Karina, sama seperti yang telah ia lakukan kepada kedua teman Karina. Namun sebelum makhluk itu sempat memutuskan kepalanya, Karina telah lebih dahulu memenggal kepala makhluk itu dengan golok. Makhluk itupun tergeletak di lantai. Karina menendang kepalanya seperti menendang seekor binatang yang menjijikkan.
Karina berharap ini semua sudah berakhir. Ia duduk di kursi paling belakang sambil menangis tersedu-sedu. Ia berharap bisa kembali pulang. Ia berharap kedua sahabatnya kembali lagi. Namun ada beberapa hal di dunia yang mustahil terjadi. Yaitu orang yang sudah mati tidak akan hidup kembali. Dan Karina harus menerima kenyataan pahit tersebut.
Bus berhenti bergerak. Karina melihat ke luar. Terlihat sebuah persimpangan jalan yang sudah tidak asing baginya. Persimpangan yang setiap hari ia lalui. Karina merasa sangat lelah. Ia berjalan dengan letih keluar dari bus. Ketika ia sampai di luar, ia langsung tergeletak pingsan. Bus itu berlalu begitu saja. Sekarang hanya terlihat seorang gadis yang tergeletak di trotoar persimpangan jalan, kehujanan tak sadarkan diri.
Hujan masih turun. Intensitasnya tetap sama dengan sebelumnya, deras. Masih di labirin yang sama, beberapa ratus meter jaraknya dari Karina. Junior berteriak memanggil teman-temannya. Terus menyusuri labirin. Berharap bisa menemukan jalan pulang.
"Adam!! Karina!!" ia terus berteriak. Berharap teriakannya didengar. Namun setiap kali ia memanggil teman-temannya, ia tak pernah mendengar jawaban dari mereka. Junior mulai putus asa. Ia ragu apakah kedua temannya berada di tempat yang sama dengannya.
"BRUK!!!" tiba-tiba ia merasakan guncangan dari dalam tanah. Ia pun berhenti melangkah.
"BRUK!!!" tanah di bawahnya berguncang lagi. Penasaran, ia segera merunduk. Menempelkan telinganya ke tanah dengan posisi bersujud. Berusaha mendengarkan apa yang ada di bawah tanah tersebut.
Tiba-tiba sebuah tangan muncul dari dalam tanah tersebut. Tangan dengan kuku yang panjang. Tangan tersebut menggerakkan jemarinya yang keriput dan kasar. Junior segera bangkit dari posisinya. Tiba-tiba tangan yang lain muncul dari dalam tanah dan menggenggam kakinya. Karena kaget, Junior menginjak tangan tersebut. Junior terkejut ketika melihat ke sekelilingnya, banyak sekali tangan yang muncul dari dalam tanah. Ia menduga jumlahnya ratusan. Dan ia memutuskan untuk pergi meninggalkan tangan-tangan tersebut.
Beberapa ratus meter dari Junior, terdapat sebuah lahan yang agak luas. Lahan tersebut masih berada di dalam labirin. Tempat itu bahkan terlihat seperti pusat dari labirin bambu tersebut. Di sana ada Adam. Tergeletak tak sadarkan diri. Kakinya berdarah. Ada bekas cakaran di betisnya. Di sekeliling tempat tersebut ada banyak jalan untuk masuk ke dalam labirin. Dan dari salah satu jalan tersebut, Karina muncul.
Karina segera berlari ke arah Adam. Ia mengguncang-guncangkan tubuh Adam berusaha untuk menyadarkannya. Tak berapa lama, Adam mulai membuka matanya. Tatapan matanya sangat lemah. Karina segera memeluk Adam sambil menangis.
"Karina, Elu harus keluar dari sini." kata Adam lemah.
"Gue akan keluar dari sini. Tapi bareng Elu sama Junior." sahut Karina.
"Nggak Karina. Elu harus keluar duluan. Biar gue di sini yang nunggu Junior." kata Adam.
"Gue nggak akan ninggalin Elu sendirian." kata Karina mantap.
Karina segera mengambil ransel Adam. Ia membuka risletingnya dan mengeluarkan sebuah senter, betadyne, kapas dan perban. Kemudian ia meneteskan betadyne di atas luka Adam. Setelah itu ia membungkus luka tersebut dengan perban dan kapas.
"Thanks..." kata Adam.
"Never mind."
"Adam!! Karina!!" teriak Junior yang tiba-tiba muncul dari dalam labirin. Ia segera berlari dan memeluk kedua temannya. "Ada banyak makhluk aneh menuju ke sini." lanjutnya dengan nafas terengah-engah.
"Kita harus pergi. Gue tau jalan keluar dari sini." kata Adam sambil berusaha berdiri. Namun kakinya terasa sakit. Ia hampir terjatuh tetapi Junior dan Karina menangkapnya. "Lewat situ!"
Ketika mereka mulai bergerak meninggalkan tempat tersebut, puluhan makhluk aneh yang mengejar mereka muncul dari berbagai arah. Mengepung mereka bertiga. Makhluk tersebut terlihat sangat ganas dan siap menerkam mereka.
"Adam kita harus gimana?" tanya Karina panik.
"Gue nggak tau." Sahut Adam yang sama paniknya dengan Karina.
"Adam ambil sesuatu dari ransel Lu!" seru Junior semakin panik.
Makhluk-makhluk tersebut semakin banyak. Mereka benar-benar terkepung dikelilingi ratusan makhluk mengerikan. Tanpa sengaja Karina mengarahkan senter ke salah satu makhluk tersebut. Makhluk tersebut kesakitan. Kulitnya melepuh seperti disiram air keras. Karina tidak tahu makhluk apa yang ada di hadapannya. Yang ia tahu, makhluk tersebut takut terhadap cahaya.
Adam segera mengeluarkan dua buah senter lagi untuk dirinya dan juga Junior. Mereka berdiri saling membelakangi untuk melindungi satu sama lain. Setiap makhluk mengerikan itu mendekat, mereka mengarahkan cahaya senter ke arahnya. Dan makhluk itu akan menggelepar kepanasan. Perlahan mereka mulai bergerak berdasarkan intruksi dari Adam. Makhluk itu terus mengikuti mereka. Mereka tidak boleh lengah karena jika mereka lengah makhluk tersebut akan menerkam mereka. Makhluk-makhluk itu benar-benar seperti monster.
Mereka mulai memasuki labirin. Adam mengatakan bahwa ia tahu jalan keluar dari labirin tersebut. Junior berdiri paling belakang mengawasi monster-monster yang mengikutinya. Adam dan Karina tetap siaga mengawasi ke setiap arah, khawatir jika monster itu muncul dari samping ataupun dari depan. Tiba-tiba senter Junior meredup. Baterainya mulai habis.
"Batere gue mau habis." Junior mulai panik.
"Batere gue juga. Kita harus jalan lebih cepat!" seru Karina.
Mereka pun mempercepat langkahnya. Makhluk-makhluk di belakangnya tetap saja mengikuti mereka. Dari kejauhan Adam mulai melihat jalan keluar.
"Itu jalan keluar kita!!" seru Adam.
"Dipercepat Dam! Senter gue mati!" seru Junior.
"Lu pake senter gue nih!" Karina segera menyerahkan senter di tangannya kepada Junior. Senter tersebut juga sudah redup. Namun setidaknya masih menyala.
Makhluk-makhluk tersebut tidak menyerang mereka begitu saja. Makhluk itu menunggu mereka bertiga lengah barulah mereka akan menerkamnya. Lagi-lagi senter di tangan Junior mulai berkedip.
"Adam!!" seru Junior. Senter di tangannya sudah mati.
"Lu yang mimpin. Jalannya tinggal lurus aja." sahut Adam kepada Junior. Ia berpindah posisi ke belakang. Bersiaga dengan senter satu-satunya yang ia miliki. Berharap masih bisa digunakan sampai nanti mereka bisa keluar dari tempat itu.
Mereka berhasil keluar dari labirin tersebut. Di hadapan mereka terhampar sebuah lapangan yang luas.
"TIN!!! TIN!!!" terdengar suara klakson bus yang tadi mereka tumpangi.
"Junior, tadi kakek tua di bus ngomong apa ke Elu?" tanya Adam.
"Dia bilang, apapun yang kita lihat, kita dengar, kita rasakan, jangan pernah keluar dari bus." jawab Junior.
"Kita harus naik bus itu. Bus itu yang bawa kita ke sini. Dia juga yang bisa bawa kita pulang." kata Karina.
Mereka pun segera berlari ke arah bus tersebut. Jarak mereka dengan bus cukup jauh, sekitar satu kilometer. Mereka terus berlari sekencang-kencangnya. Makhluk-makhluk mengerikan itu terus mengejar mereka. Adam tetap siaga dengan senternya. Namun kakinya tersandung dan ia menjatuhkan senternya. Makhluk di belakangnya segera menangkapnya. Mereka menarik Adam ke dalam kegelapan.
"Adam!!!" Junior dan Karina berbalik. Karina segera mengambil senter Adam yang terjatuh. Mereka melihat ke arah kegelapan di belakang mereka. Berusaha menemukan Adam. Di dalam kegelapan tersebut mereka melihat ransel Adam. Junior segera mengambilnya. Tiba-tiba muncul sosok makhluk mengerikan itu dari balik kegelapan. Ia menenteng kepala Adam yang sudah terpisah dengan tubuhnya. Karina dan Junior menjerit dengan jeritan mereka yang paling memilukan pada malam itu. Air mata mengalir deras di pipi mereka. Di belakang makhluk tersebut, mereka bisa melihat makhluk-makhluk lainnya berebut menyantap tubuh Adam. Mulut mereka dipenuh darah. Sebagian lagi ada yang menggerogoti tulang lengan Adam, seperti menggerogoti tulang ayam.
Di dalam kesedihannya, Junior sadar bahwa mereka harus terus bergerak. Jika mereka mati di tempat itu, tentu kematian Adam akan sia-sia. Ia menarik Karina untuk segera pergi dari tempat itu. Karina tidak bergerak. Ia masih meratapi kematian Adam.
"Karina kita harus pergi dari sini!" seru Junior.
"Adam Jun, Adam..." Karina terus menangis.
"Iya gue tau. Tapi kita udah nggak bisa berbuat apa-apa lagi buat dia." Junior berusaha menyembunyikan kesedihannya di hadapan Karina, kemudian melanjutkan ucapannya, "Kita harus pergi dari sini. Kita harus selamat. Elu nggak mau kan Adam mati sia-sia?"
Karina mengangguk. Ia segera mengusap air mata di pipinya. Senter di tangannya masih menyala. Makhluk mengerikan di belakangnya masih terus mengintai mereka. Mereka berlari sekencang-kencangnya ke arah bus. Mereka berhasil sampai di bus tersebut. Senter di tangan Karina mati, tepat ketika ia berhasil masuk ke dalam bus. Namun mereka tidak perlu khawatir karena di dalam bus tersebut terdapat banyak cahaya.
Bus tersebut sepi. Hanya ada mereka berdua di dalamnya. Kakek tua yang duduk di kursi penumpang sudah tidak ada. Kursi pengemudi pun kosong. Bus tersebut tidak bergerak. Karina dan Junior saling menatap satu sama lain.
Tiba-tiba bus tersebut berguncang hebat. Makhluk-makhluk asing itu masih terus mengejar mereka. Sekarang makhluk itu berusaha menggulingkan bus yang mereka tumpangi. Mereka tidak tahu harus berbuat apa. Salah satu dari makhluk itu memecahkan kaca jendela dan berhasil meraih tubuh Karina. Tangannya melepuh terkena cahaya lampu namun ia tetap berusaha menarik Karina keluar dari bus. Junior berusaha menahan Karina. Namun kakinya ditarik oleh makhluk lainnya dari sisi jendela yang berlawanan. Ia segera mencari sesuatu dari dalam ransel Adam. Kemudian ia mengeluarkan sebuah golok dan memotong tangan monster yang menariknya. Setelah ia berhasil meloloskan diri, ia segera menolong Karina dengan memotong tangan makhluk yang menarik Karina.
"Jangan deket-deket jendela!" seru Junior.
Makhluk-makhluk tersebut semakin brutal. Mereka terus mengguncang-guncangkan bus. Memecahkan semua kaca pada jendela bus. Ada yang berusaha memecahkan kaca belakang bus. Sebagian lagi ada yang memaksa masuk ke dalam bus namun akhirnya terbakar karena kepanasan. Kalau saja bus tersebut tidak disertai lampu yang menyala, pasti mereka sudah mati.
"Junior..."
"Iya Karina?"
"Ini kan bus hantu. Kenapa di sini ada listrik?"
Setelah Karina mengatakan hal tersebut, tiba-tiba lampu di dalam bus menjadi redup. Mereka saling menatap satu sama lain.
"Karina... Inget perkataan gue tadi. Waktu kita berfikir hantu itu ada, maka dia bakalan ada. Tapi kalau kita berfikir mereka nggak ada, maka mereka nggak ada."
"Jadi sekarang kita hanya tinggal berfikir kalau makhluk-makhluk itu nggak ada."
Karina memejamkan matanya. Ia berusaha menghilangkan fikiran tentang makhluk-makhluk mengerikan di sekitarnya. Di dalam fikirannya ia melihat Adam. Ia berfikir bahwa Adam masih hidup, namun Adam tidak mungkin hidup kembali. Ia pun sadar, makhluk-makhluk mengerikan itu tidak akan hilang dari dalam fikirannya, sama seperti kematian Adam, yang tidak bisa ia ulangi hanya dengan berfikir.
Makhluk-makhluk itu semakin ganas. Mereka tidak akan melepaskan Junior dan Karina begitu saja. Mereka akan terus mengejarnya. Mereka akan melakukan apa saja agar bisa mendapatkan mangsanya. Seluruh kaca jendela sudah hancur. Hanya tersisa kaca depan yang sama sekali tidak disentuh dan kaca belakang yang mulai retak, diperkirakan sebentar lagi akan hancur.
"Karina!!!"
"Gue nggak bisa! Makhluk-makhluk itu nggak bisa hilang dari kepala gue!"
"Kalo begitu, fikirin supir bus ini ada di sini. Supaya kita bisa pergi."
Tiba-tiba terdenger suara mesin bus menyala. Junior dan Karina menoleh ke arah kursi pengemudi. Di sana nampak seorang supir sedang menggerakkan transmisi pada bus, kemudian menginjak gas dan akhirnya bus itu bergerak meninggalkan makhluk-makhluk mengerikan itu. Beberapa ada yang masih menyangkut di jendela. Jari-jari mereka mencengkram bus dengan kuat. Junior segera mengayunkan golok di tangannya, menyingkirkan monster-monster yang masih tersisa.
"Udah selesai?" tanya Karina dengan nafas tersengal-sengal.
"Seharusnya udah selesai, kecuali kalo salah satu monster tadi ada yang kebal sama cahaya." sahut Junior.
Tiba-tiba Junior memuntahkan darah dari mulutnya. Sebuah besi menancap di perutnya. Di belakangnya berdiri sesosok makhluk mengerikan. Tubuhnya melepuh. Wajahnya mulai hancur karena terbakar. Di hadapan Karina, makhluk itu mencengkram kepala Junior kemudian menariknya hingga kepalanya terpisah dengan tubuhnya.
Karina menjerit sekuat-kuatnya. Air matanya kembali menetes. Makhluk itu melemparkan kepala Junior. Kemudian ia mendekat ke Karina. Karina benar takut. Makhluk itu mencengkram lehernya dengan kuat. Tangan yang lainnya menjambak rambut Karina. Ia akan memutuskan kepala Karina, sama seperti yang telah ia lakukan kepada kedua teman Karina. Namun sebelum makhluk itu sempat memutuskan kepalanya, Karina telah lebih dahulu memenggal kepala makhluk itu dengan golok. Makhluk itupun tergeletak di lantai. Karina menendang kepalanya seperti menendang seekor binatang yang menjijikkan.
Karina berharap ini semua sudah berakhir. Ia duduk di kursi paling belakang sambil menangis tersedu-sedu. Ia berharap bisa kembali pulang. Ia berharap kedua sahabatnya kembali lagi. Namun ada beberapa hal di dunia yang mustahil terjadi. Yaitu orang yang sudah mati tidak akan hidup kembali. Dan Karina harus menerima kenyataan pahit tersebut.
Bus berhenti bergerak. Karina melihat ke luar. Terlihat sebuah persimpangan jalan yang sudah tidak asing baginya. Persimpangan yang setiap hari ia lalui. Karina merasa sangat lelah. Ia berjalan dengan letih keluar dari bus. Ketika ia sampai di luar, ia langsung tergeletak pingsan. Bus itu berlalu begitu saja. Sekarang hanya terlihat seorang gadis yang tergeletak di trotoar persimpangan jalan, kehujanan tak sadarkan diri.
***
Beberapa
bulan kemudian, di persimpangan yang sama, hujan turun cukup deras. Pukul
sebelas malam, terlihat seorang siswi SMA sedang berteduh di bawah pohon. Hujan
turun sangat awet. Siswi tersebut akhirnya memutuskan untuk berjalan kaki.
Lebih baik kehujanan daripada tetap di situ sampai pagi, fikirnya.
"TIN!! TIN!!" baru beberapa langkah ia berjalan, tiba-teba terdengar suara klakson bus di belakangnya. Ia menoleh ke belakang. Dari kejauhan terlihat sebuah bus sedang melaju ke arahnya. Cahaya lampu bus tersebut menyilaukan matanya. Bus itu berhenti tepat di depannya dan entah apa yang ia fikirkan, ia naik ke dalam bus begitu saja.
Di dalam bus ia melihat seorang kakek tua serta dua orang siswa laki-laki mengenakan seragam SMA. Wajah mereka pucat. Tatapan matanya kosong. Mereka semua duduk bersebelahan di kursi paling belakang. Karena takut duduk sendirian, perempuan tersebut memilih untuk duduk di samping kakek tua. Setidaknya ia merasa tenang karena di sampingnya masih ada orang yang menemaninya.
Bus terus melaju. Kakek tua dan dua orang siswa berseragam itu tiba-tiba berubah wujud menjadi sosok pocong yang mengerikan. Perempuan yang duduk di sampingnya tiba-tiba merasa merinding. Namun ia tidak menyadari bahwa orang-orang yang duduk di sampingnya, sebenarnya adalah hantu. Bus melaju semakin kencang. Hujan turun semakin deras. Pada akhirnya perempuan tersebut sampai ke rumahnya dengan selamat. Ia pun mengucap puji syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa.
"TIN!! TIN!!" baru beberapa langkah ia berjalan, tiba-teba terdengar suara klakson bus di belakangnya. Ia menoleh ke belakang. Dari kejauhan terlihat sebuah bus sedang melaju ke arahnya. Cahaya lampu bus tersebut menyilaukan matanya. Bus itu berhenti tepat di depannya dan entah apa yang ia fikirkan, ia naik ke dalam bus begitu saja.
Di dalam bus ia melihat seorang kakek tua serta dua orang siswa laki-laki mengenakan seragam SMA. Wajah mereka pucat. Tatapan matanya kosong. Mereka semua duduk bersebelahan di kursi paling belakang. Karena takut duduk sendirian, perempuan tersebut memilih untuk duduk di samping kakek tua. Setidaknya ia merasa tenang karena di sampingnya masih ada orang yang menemaninya.
Bus terus melaju. Kakek tua dan dua orang siswa berseragam itu tiba-tiba berubah wujud menjadi sosok pocong yang mengerikan. Perempuan yang duduk di sampingnya tiba-tiba merasa merinding. Namun ia tidak menyadari bahwa orang-orang yang duduk di sampingnya, sebenarnya adalah hantu. Bus melaju semakin kencang. Hujan turun semakin deras. Pada akhirnya perempuan tersebut sampai ke rumahnya dengan selamat. Ia pun mengucap puji syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa.
2 komentar:
penggambaran suasananya bagus,
jadi pembaca merasakan dean jelas suasananya tapi harus ditambahkan
kalimat yg sedikit mendramatisir biar emosi yg didapet pembaca engga
terlalu cepet berlalu,
bagus bagus bagus
ettoo... ini boleh komentar kan yah? kalo gitu sayah ikut ninggalin komen juga deh :D
*ditimpuk kaos kaki.. udh tau boleh komen, masih tanya juga -___-*
errr.. kalo sayah bilang tentang cerpen ini sih....
KEREN PARAH!!
penggambaran suasananya perfect, sehingga cerpen ini mampu membuat sayah ber 'theater-of-mind' sehingga cerita tersebut terasa nyata banget! apalagi pas yg adegan kepalanya si Adam yg putus itu, sayah sampe bener-bener kaget!
:D
tapi, sayah jadi penasaran, keadaanya si Karina setelah pingsan gimana yah? *kepo mode on* .___.
kalo misalnya ditanya soal kekurangnnya, jujur, kalo menurut sayah sih... sayah merasa aneh sama kemunculan 3 senter secara tiba-tiba dalam tas si Adam.. soalnya dari awalnya itu, mereka ber-3 habis belajar bareng kan ya? masa belajar bareng bawa-bawa senter sampe 3 biji?? .___. *kabur*
kalo untuk gaya bahasanya, ini udh bagus kok~ mudah dimengerti, dan kalo untuk sayah pribadi, emosinya ato feelnya(sama apa beda ya?) udh dapet~ pas, lebih tepatnya.. :D
jadiii.. kalo buat sayah pribadi sih..... ini cerita misteri kan yak? since sayah baru baca 1 buku misteri (lebih tepatnya romance nuansa gotik, tapi ada misterinya juga sih..) dari buku Phantom of The Opera (yg sedihnya belon selese sayah baca) selain kekurangan yg sayah bilang tadi, overall, it's awesome! :D
wokeeeh lah kalo gitu~ mungkin ini saja komen dari sayah, maap kalo sekiranya masih ada kekurangan~ err... kalo soal bahasanya yg acak adul gini, maklumin aja ya :D
thank youu! (maap kalo panjang komennya! *bow*)
with many sparkle stars in the sky,
-toady2312☆
P.S: bikin sekuelnya yak? *kaburr*
Posting Komentar